DoranDev – Sebagai seorang pegawai yang akan melangsungkan pernikahan tentunya akan ada banyak yang perlu dipersiapkan. Sehingga, terdapat hak yang dimiliki oleh seorang pegawai yang terikat dalam perusahaan yaitu cuti menikah. Lamanya cuti pernikahan juga bisa dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan tempat Anda bekerja. Lantas berapa lama umumnya cuti pernikahan yang dapat Anda ambil? Simak selengkapnya di artikel beriku!
Cuti Menikah Berapa Hari?
Cuti menikah adalah masa istirahat yang diberikan kepada Anda sebagai pasangan yang akan merayakan pernikahan dan menghabiskan waktu bersama pasangan baru. Cuti menikah juga tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 bagian Pengupahan Pasal 93 ayat 2 (c) dan 4 (a).
Dalam pasal 93 ayat 2 (c) menyebutkan bahwa menikah termasuk dalam kondisi tidak bekerja yang tetap diupah. Maksudnya adalah menikah menjadi salah satu faktor yang tidak mewajibkan Anda untuk bekerja namun perusahaan tetap berkewajiban kepada Anda untuk memberi upah.
Sementara dalam ayat 4 (a), menyebutkan untuk mengatur karyawan cuti menikah secara umum. Berdasarkan UU tersebut, total periode cuti yang dimiliki oleh seorang pegawai adalah (3) tiga hari yang terbagi atas satu hari sebelum menikah, satu hari pada hari pernikahan dan satu hari setelah pernikahan.
Baca juga: Pengertian Indikator Kinerja Karyawan dan Jenis Jenisnya
Peraturan Cuti Menikah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kalau cuti menikah sudah ada dalam UU Ketenagakerjaan. Akan tetapi, ada juga peraturan lain yang perlu Anda perhatikan ketika akan mengajukan cuti pernikahan.
1. Tidak Memotong Cuti Tahunan
Peraturan cuti menikah yang pertama adalah tidak memotong cuti tahunan. Sehingga, Anda masih bisa dengan bebas untuk memanfaatkan cuti tahunan. Dengan demikian, cuti menikah Anda akan terasa lebih lama karena menggabungkannya dengan cuti tahunan. Anda bisa menambahkan cuti tahunan saat sebelum atau sesudah pernikahan sesuai kebutuhan Anda.
2. Berlaku Bagi Karyawan Kontrak dan Tetap
Perlu Anda pahami bahwa cuti pernikahan berlaku bagi seluruh pegawai, baik itu tetap maupun kontrak. Namun, jika Anda bekerja di perusahaan swasta akan sedikit berbeda karena tidak terikat dengan pemerintah. Dengan demikian, kebijakan cuti menikah akan dikembalikan lagi kepada peraturan perusahaan yang diterapkan sesuai Anda bekerja.
3. Bagi Pegawai Negeri Sipil
Jika Anda termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), cuti menikah adalah jenis cuti yang masuk kedalam kategori cuti dengan alasan penting. Sehingga, Anda bisa memanfaatkan cuti dengan alasan penting lainnya seperti wafatnya anggota keluarga, atau istri melahirkan. Hal tersebut juga sudah ditetapkan dalam Pasal 330 PP No. 11 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa lama cuti karena alasan penting ditentukan oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) paling lama 1 (satu) bulan.
4. Membayar Denda Jika Perusahaan Mengabaikan
Sebagai seorang pegawai yang akan menikah, penting untuk memahami bahwa Anda memiliki hak atas cuti menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan. Namun, jika perusahaan tempat Anda bekerja mengabaikan hak ini dengan tidak memberikan cuti atau bahkan memotong gaji Anda saat cuti, mereka dapat dikenai sanksi hukum.
Menurut Pasal 186 ayat 1 dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, perusahaan yang melanggar hak cuti menikah karyawan dapat dijatuhi hukuman penjara minimal satu bulan hingga empat bulan. Selain itu, denda yang harus dibayarkan oleh perusahaan juga dapat mencapai jumlah uang, mulai dari Rp10.000.000,- hingga Rp400.000.000.
Baca juga: 8 Rumus Dasar Excel untuk HR, Kelola Data dengan Mudah!
Kondisi Pegawai yang Berhak Cuti Lainnya
Sebagai bentuk pengakuan terhadap hak-hak karyawan, perusahaan wajib menyediakan berbagai jenis cuti, termasuk cuti untuk kondisi-kondisi tertentu yang dianggap penting bagi kesejahteraan dan produktivitas pegawai. Berikut beberapa kondisi yang berhak untuk mengajukan cuti.
- Pegawai yang sedang sakit sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya.
- Pegawai perempuan yang mengalami sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, sehingga tidak mampu untuk bekerja.
- Pegawai yang absen karena pernikahan, pemotongan sunat, pernikahan anak, kelahiran atau keguguran istri, atau kematian anggota keluarga di rumah.
- Pegawai yang tidak dapat melakukan tugasnya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara.
- Pegawai yang tidak dapat bekerja karena sedang menjalankan ibadah agama.
- Pegawai yang siap untuk bekerja namun tidak diberi pekerjaan oleh pengusaha, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dapat dihindari oleh pengusaha.
- Pegawai yang mengambil cuti istirahat.
- Pegawai yang melaksanakan tugas serikat pekerja atau serikat buruh dengan persetujuan pengusaha.
- Pegawai yang menjalankan tugas pendidikan dari perusahaan.
Baca juga: Pengertian Analisis SWOT Makanan dan Contohnya
Penutup
Demikian pembahasan seputar cuti menikah yang menjadi hak bagi setiap pegawai. Selain pegawai yang harus memahami hak tersebut, setiap perusahaan juga harus mengerti dan mematuhi ketentuan tersebut dengan memastikan bahwa proses pengajuan dan penggunaan cuti tersebut berjalan lancar dan transparan.
Salah satu cara untuk memudahkan proses tersebut adalah dengan menggunakan aplikasi absensi karyawan yang dapat membantu Anda dalam mencatat dan mengelola cuti pegawai secara efisien. Dengan demikian, baik pegawai maupun perusahaan dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara optimal.